MIZAN
DILAN TAHUN 1990: PANDUAN MENCINTAI WANITA
DILAN “DIA ADALAH DILANKU TAHUN 1990”
Pidi Baiq
332 halaman; 20.5 cm
Goodreads rating: 4,20
Cetakan IX, 2015
DAR! MIZAN
---
Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja (Dilan, 1990)
Milea, jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu, nanti, besoknya, orang itu akan hilang (Dilan, 1990)
Cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan, dan dukungan. Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli (Milea, 1990)
Dilan, Dilan, Dilan, apa yang harus gue tulis di review ini tentang elo!
Gue akhirnya mengerti apa pesona novel karya Pidi Baiq ini. Kenapa rame sekali diperbincangkan di twitter. Hingga akhirnya gue tergoda untuk membelinya di book fair beberapa bulan lalu. Dan sumpah deh demi Merlin, gue gak nyesel.
Secara teknis, alur cerita Dilan bisa dibilang sangat sederhana. Gak ada yang baru, khas banget cerita asmara remaja SMA. Alur cerita serupa bisa ditemukan di novel romansa sejenis. Sudah seberapa banyak sih kisah yang menceritakan tentang anak baru, cewek cantik, yang pada akhirnya jatuh cinta kepada cowok-nakal-yang-ternyata-baik-dan-memiliki-alasannya-sendiri-untuk-menjadi-nakal-dan-bukan-nakal-seperti-yang-sedang-elo-bayangkan. Banyaaaaaak! Gaya penulisan sangat sederhana. Pesan moral cerita standar. Setting tempat, Bandung di tahun 1990, gak ada pengaruh istimewa. Gak ada twist yang mengejutkan, gue bisa menebak dengan mudah apa yang akan terjadi di halaman-halaman berikutnya.
Tetapi...
Ada Dilan !!!
Satu-satunya yang outstanding adalah karakter Dilan. Saking kerennya dia, bagi gue itu sudah cukup untuk mengatakan kalau novel ini recommended.
Sebiasa apapun alur cerita, gue pribadi percaya, sebuah novel akan menjadi luar biasa jika karakternya luar biasa. Itulah yang terjadi di novel ini. Dilan memiliki kepribadiannya sendiri yang gak bisa gue bandingkan dengan ratusan karakter di novel roman sejenis. He is one of a kind, antik lah. Gaya bicaranya, tingkah lakunya, dan kegilaannya. Cewek yang gak kuat imannya akan langsung jatuh cinta ke Dilan (walaupun sudah dilarang oleh Milea) dan menjerit: Iihh, so sweeet! Iiihhh, mau pacar kayak Dilan! Dan Iiih... Iiih... yang lain. Alhamdulillah iman gue kuat (Iiih, bohong!)
Untuk para cowok, kalian juga akan menyukai novel ini. Selain telah terbukti banyak cowok yang suka, ada banyak tips-tips merayu cewek. Di antaranya: (a) cewek gak suka ditanya karena (b) cewek sukanya nanya, oleh karena itu (c) nurut aja apa kata cewek. Semacam panduan modusin cewek tingkat tinggi. Gue berani taruhan sudah ada yang mempraktekkan memberikan hadiah buku TTS yang sudah diisi sebagai hadiah ulang tahun.
Selain itu gue benar-benar menghargai Pidi Baiq yang tidak mendeskripsikan fisik karakter. Kayaknya deskripsi fisik karakter dalam novel roman sudah basi banget gitu loh. Pertama ketemu, dijelaskan matanya, alisnya, pipinya, rambutnya! Setiap ganti baju, dikasih tahu warna bajunya, jenis bajunya, bau aftershave-nya segala lah! Thanks God gak ada yang begituan. Bilang aja super ganteng, pembaca punya referensi sendiri ganteng itu kayak gimana.
Sebagai gantinya di dalam novel ini ada ilustrasi karakter dan beberapa scene cerita. Bagi gue, tanpa ilustrasi pun sebenarnya gak masalah. Sepertinya hal itu merupakan strategi untuk orang-orang yang malas baca dan lebih suka buku bergambar. Lalu, sampai ending gue gak tahu nama lengkap Dilan siapa. Sama kayak gue gak tahu nama lengkap Thomas (Dwilogi Negeri Para Bedebah).
Gue belum pernah baca karya Pidi Baiq yang lain. Dilan adalah novel pertama karya beliau yang gue baca. Karena itu gue gak bisa menyimpulkan apakah yang gue baca di novel ini adalah ciri khas gaya penulisan Pidi Baiq atau khusus hanya untuk novel Dilan. Novel Dilan ini jelas ditujukan untuk remaja (termasuk gue!) karena dikemas dalam gaya penulisan yang sangat sederhana, apa adanya, bersahaja, jujur, dan gak bertele-tele (Apasih, semacam motto kabupaten aja). Yang jadi masalah cuma satu kok. Satu kalimat, dua kalimat, sudah alinea/paragraf baru. Kesannya gak rapih, gak enak diliat, dan bagi gue hal itu salah aja gituh.
Untuk pembaca kelas berat yang suka bacaan berat-berat, yang rumit, yang lima dimensi, mungkin akan meremehkan novel ini. Seperti kata orang tua dulu di zaman 1990n, meremehkan adalah perbuatan gak baik. Dan sedikit jaminan, walaupun genrenya romansa alias cinta-cintaan, ceritanya gak drama kok.
Oya, katanya cerita novel ini dari kisah nyata ya? Ada Milea aslinya. Sejak awal penceritaan juga kesannya begitu. Kalau begitu si Dilan nyata juga dong? Hahaha. Ada aja gitu orang seantik dia hidup di bumi.
Dilan, kalau pun kamu nyata, aku cuma mau bilang: aku belum sanggup baca Dilan buku kedua. Katanya sedih. Aku tahu –tanpa perlu mencari tahu- sedih kata mereka itu maksudnya apa. Aku lagi gak mau sedih-sedih. Enggak tahu kalau nanti malam. Tunggu aja review selanjutnya.
Kesimpulan:
Beli ajalah. Bagus kok. Buat nostalgia masa sekolah.
RATING
QUOTE
“Milea 1”
Bolehkah aku punya pendapat?
Ini tentang dia yang ada di bumi
Ketika Tuhan menciptakan dirinya
Kukira Dia ada maksud mau pamer
Dilan, Bandung 1990
(Halaman 302)
Post a Comment
7 Comments
Ahhh kesel jadi pengen beli. Hehehe
ReplyDeleteAhhh kesel jadi pengen beli. Hehehe
ReplyDeleteBeli aja. Hehe. Masih banyak kok di toko buku stocknya.
DeleteTambah penasaran dg karya pidi baiq,,, buku lama tapi baru denger popularitasnya sekarang #telat... hehe... nice article, bikin ngiler kepengen segera baca...
ReplyDeleteSebenarnya gue juga telat bacanya. LOL. Udah heboh dimana-mana, baru beli.
DeleteDilan itu sebenarnya ada gak sih?? 😕
ReplyDeleteAda. Kalau lo percaya ada. Semacam Santa Claus. Hahaha
Delete