THE FAULT IN OUR STARS : Rekomendasi Untuk Orang Depresi Jiwa [INI METAFORA]




   Gue baca tahun kemarin. Pas balik ke Banjarmasin, di perjalanan yang panjang itu (kurang lebih enam jam) gue baca ulang demi membunuh bosan. Jadi, kalau dalam postingan ini kurang akurat, maklumin aja. Gue pelupa. 

-----

   Ya. Buku ini semenarik itu. Sampai gue baca ulang. Kadang gue baca beberapa bab tertentu aja sih. Intinya gue gak akan pernah bosan dengan ceritanya. Awalnya gue gak sengaja beli The Fault In Our Stars. The complete story is over here. Sampai saat ini, TFIOS masih buku paling menarik yang pernah gue baca. Gara-gara TFIOS juga –kayaknya gue jadi kejebak baca buku genre YA semacam Anna & The French Kiss, Eleanor & Park, Trilogi Divergent.

   Menurut Hazel, ada dua jenis buku favorit. Ini gue quote langsung dari novelnya. 

Pertama, buku yang anehnya membuatmu sangat bersemangat untuk menyebarkannya, dan kau merasa yakin dunia yang hancur tidak akan pernah bisa disatukan kembali kecuali- dan hingga- semua manusia hidup membaca buku itu. 

Kedua, buku yang tidak bisa kau bicarakan dengan orang lain, buku yang begitu istimewa dan langka dan menjadi milikmu sepenuhnya, sehingga mengiklankan kecintaanmu akan terasa seperti pengkhianatan. 

   Bagi gue, TFIOS masuk kategori pertama. Itu metafora. Semua kutu buku harus baca buku ini. Tidak terkecuali. Spesifiknya, buku ini sangat gue rekomendasikan untuk orang yang depresi. Kalimat awal pembukanya aja sudah memuat kata depresi. Percaya, oke? TFIOS dirancang untuk membuat lo keluar dari depresi.

“Kepedihan menuntut untuk dirasakan ~ Pain demands to be felt”
   
  Gak perlu pura-pura bahagia, ketawa, dan bilang baik-baik aja. Kalau kenyataannya gak. Gue termasuk orang yang meyakini, gak ada yang bisa benar-benar menyembuhkan kesedihan lo kecuali diri lo sendiri. Yes, I’m in pain. Akui itu. Apa gunanya ‘kan pura-pura kuat? Hati kecil pasti negur, eh itu tindakan pengecut tau! Please, semua orang mengalami masa-masa terburuk di dalam hidupnya. Bukan lo aja kali. 

Felt in then move on. Done.

Itu baru satu pesan khusus dari buku ini. Menurut interpretasi gue. LOL. Ada banyak lagi. 

   Di dalam TFIOS ini ada novel fiktif. Kemalangan Luar Biasa ~ An Imperial Affliction. Authornya Peter Van Houten. Bagi Hazel novel itu termasuk kategori dua. Kemalangan Luar Biasa adalah segalanya bagi Hazel. Gambarannya: Hazel baca buku itu berulang-ulang. Augustus, satu-satunya orang yang diberinya kepercayaan untuk mengetahui itu. Well, jadi Hazel semacam memberikan hadiah yang sangat penting kepada Gus. Paham? 

   Esensi dari bagian ini hilang dari filmnya. Gue merasa di film, KLB itu jatohnya cuma jadi buku favorit Hazel aja. Buku favorit ‘kan banyak macamnya. 

Gue melihat ada perbedaan pada dua karakter utama, Hazel Grace Lancaster dan Augustus Water. 

   Hazel Grace, karakter yang sangat real. Depresi, penyendiri, suka mengkritisi diri sendiri dengan kejam, terobsesi berlebihan pada satu hal, acuh, pesimis, menginginkan penerimaan dari orang-orang disekitarnya. Not to mention, dia menderita kanker. Kayaknya hampir semua orang punya masalah Hazel. Di sisi lain, Augustus adalah sosok yang gak bisa ditemukan dimana pun kecuali di dalam buku fiksi. Dengan segala kekurangannya yang menderita kanker juga, dia percaya diri, humoris, memiliki semangat tinggi, selalu berpikir positif. Sekilas, Gus itu karakter yang gak pernah nangis. Hidupnya bahagia aja terus. Ganteng pula (dibuku dideskripsikan itu, ini bukan faktor Ansel Elgort). Emang ada ya cowok ganteng yang suka metafora? Bahkan kalau lo nonton filmnya juga, lo pasti mikir. Cewek kayak Hazel bisa ada real di kehidupan, cowok kayak Gus mustahil deh. 

   Kisah cintanya: pas, keren, gak berlebihan tapi sangat menyentuh. Gue sering banget baca dua karakter jatuh cinta. Keduanya gak bisa berhenti memikirkan satu sama lain, rindu setiap hari, mudah sakit hati, mudah cemburu, soon or later pasti ada kesedihan yang menanti, dan BANG konflik datang lalu terjadi perdebatan sekelas perang dunia. Kalau baca cerita semacam itu, kesannya jatuh cinta itu melelahkan. I mean, falling in love is supposed to be fun dan make you happier, right? 

   Gue suka banget cara John Green menggambarkan Hazel dan Gus yang saling jatuh cinta. Suatu ketika, Isaac –teman Gus- bilang kalau dia bosan karena Gus gak pernah bicara hal lain kecuali Hazel, Hazel, dan Hazel. TFIOS diceritakan dari sudut pandang Hazel tapi ketika dia berbicara mengenai perasaannya terhadap Gus, gak ada pemujaan berlebihan. Secukupnya, seadanya, kalem, kadang-kadang kocak. Wah, Hazel sebenarnya gak cinta mati sama Gus. Kalau iya, gak masalah. Mau cinta mati, cinta sejati, cinta suci kek, emang itu penting ya kalau kisah cinta mereka yang biasa aja sudah cukup? Menurut gue, entah menurut orang lain atau ada beberapa bagian novel ini yang gue lupa, tapi pengakuan cinta terbesar (secara serius dan menyentuh) yang dilakukan Hazel adalah saat ia menelpon 911. 

"Hai, aku berada di jalur cepat di Eighty-Sixth and Ditch, dan aku perlu ambulans. Cinta terbesar dalam hidupku mengalami kegagalan fungsi selang-G.”

Sedangkan Gus, dia punya cara sendiri mengatakan perasaannya kepada Hazel. Tidak terlalu puitis tapi tetap breathtaking. 

“Aku suka ketika kau berbicara medis kepadaku.”

“Astaga..... aku tidak percaya naksir cewek yang punya keinginan seklise itu.”


Dan tentu saja, ini adalah kalimat menyatakan cinta yang fenomenal ala Augustus Water:

“Aku jatuh cinta kepadamu. Dan aku tidak mau mengingkari diriku sendiri dari kenikmatan sederhana berkata jujur. Aku jatuh cinta kepadamu, dan aku tahu bahwa cinta hanyalah teriakan ke dalam kekosongan, dan pelupaan abadi tak terhindarkan, dan kita semua sudah ditakdirkan, dan akan ada hari ketika semua upaya kita kembali menjadi debu, dan aku tahu matahari akan menelan sati-satunya bumi yang kita miliki, dan aku jatuh cinta kepadamu.”

Keyword : OKE. 

   Pernahkan mengalami pembicaraan dengan orang spesial melalui sms, telepon, atau chat? Tapi di antara kalian gak ada yang mau mengakhiri. Akhirnya ngobrol aja terus sampai tengah malam. I know that feel. Hazel dan Gus menggambarkan hal itu dengan sempurna. 

“Oke,” katanya. “Aku harus tidur. Hampir jam satu.”
“Oke,” kataku.
“Oke,” katanya.
Aku terkikik dan berkata, “Oke.” Lalu, sambungan teleponnya hening, tapi tidak terputus. 

   Nge-stalk mantannya gebetan atau pacar. Si gebetan atau pacar cerita tentang mantannya, cari facebook-nya, stalk wall-nya. Itu yang dilakukan Hazel. Dan juga dilakukan semua orang. Cewek maupun cowok. Ngaku aja kali! LOL. Bagian ini hilang dari film. Too bad. Padahal itu menjawab pertanyaan kenapa Gus pada saat pertama kali bertemu Hazel tampak sangat tertarik dan tidak mengalihkan pandangannya dari Hazel. 

    Oh ya ~ Gak lengkap kalau belum membahas Peter Van Houten juga. Peter Van Houten adalah orang yang sangat kompleks? Atau hanya seseorang yang terlalu jenius dalam berbahasa membingungkan? Jujur aja, gue gak ngerti setiap percakapan dia. Karakter Peter Van Houten adalah seorang penulis pecandu alkohol yang mendengarkan musik hip hop Swedia dengan suara keras, memiliki kecenderungan berbicara kasar dan memiliki pikiran melompat-lompat dari topik aneh satu ke topik aneh lain. Paradoks Zeno, tremendum mysterium, Afasi och Filthy, Omnis cellula e cellula. APA COBA ITU??? Peter Van Houten adalah gambaran sempurna orang dewasa yang kacau balau. Tapi dia dan bukunya menjadi faktor sangat penting dalam kisah Hazel dan Gus. 

   Endingnya? Gak usah ditanya deh ya. Twist. Endingnya bukan tentang siapa yang meninggal, Hazel atau Gus, tapi tentang kisahnya.

   Dari apa yang gue tulis di atas, lo mungkin bahkan hampir lupa TFIOS ini bercerita tentang kanker. Wah, itu cuma cerita cinta remaja sekolah biasa. Jangan lupakan kankernya dan cerita ini gak akan pernah cuma sekedar biasa. Kata yang tepat, istimewa. Wah, pasti sedih. Cerita tentang kanker memang harus ada unsur sedihnya. Tapi pernah baca yang lucu, kocak abis? Yang karakternya membuat lelucon tentang penyakitnya sendiri? Pesannya toh sama aja ‘kan kaya buku bertema kanker lainnya. Well, menurut pendapat gue, kanker di novel ini hanya unsur cerita. Semua orang bisa relate terhadap ceritanya dan mengambil pelajaran yang berharga. Mungkin itu kekurangan kisah cinta-kanker, yang biasanya cuma ditujukan untuk penderita kanker. Makanya mungkin kebanyakan kesannya gloomy. Gue pribadi menilai, TFIOS sebenarnya untuk orang depresi jiwa. 

   Sebenarnya ada banyak yang bisa gue ceritakan tentang novel ini. Berhubungan sudah tengah malam dan gue perlu tidur dan gue cuma mengingat bagian-bagian yang berkesan aja. Jadi, ya, segitu aja ulasan gue tentang TFIOS. 

   The Fault In Our Stars tidak termasuk golongan sangat direkomendasikan. Tapi masuk golongan: Harus.Dibaca. 

   Ke depannya bakalan ada banyak postingan yang membahas novel. Gue merasa agak rugi gak nge-share atau setidaknya menulis kesan tentang novel yang gue baca. Ini tidak memenuhi standar review, jadi jangan disebut review. 

   See ya~

Post a Comment

0 Comments