A GAME OF THRONES: Fantasi, Politik, Makhluk Legenda, dan Perang



A GAME OF THRONES 


George R. R. Martin

948 halaman; 20.5 cm

Goodreads rating: 4,43

Cetakan III, Juli 2015

Fantasious


---


Lord Eddard Stark yang terhormat, menjalankan tugasnya menjaga kedamaian dan pelindung di Utara. Tidak memiliki minat sedikit pun terhadap takhta besi dan segala urusan di Selatan. Robert Baratheon, sang raja, teman yang melebihi saudara bagi Lord Eddard Stark, meminta Lord Winterfell menjadi tangan kanannya, menjadikan Eddard orang terkuat kedua di Tujuh Kerajaan. Kehormatan dan kesetiaannya pada kerajaan memaksa Eddard menyanggupi tugas itu untuk menegakkan keadilan dan kebenaran di King’s Landing. Menyelidiki kematian mencurigakan tangan kanan raja sebelumnya, Lord Arryn dan mengadili orang-orang yang berniat mencelakakan keluarganya. Keputusan itu ternyata menjadi awal bencana besar. Robert meninggal. Joffrey yang sebenarnya bukan Baratheon asli, diangkat menjadi raja muda berumur tiga belas tahun dan sama sekali tidak ada bedanya dengan Si Raja Gila Aerys. Eddard dituduh sebagai pengkhianat. Utara dan Selatan sama-sama memanggil para pengikutnya untuk berperang. Sementara pewaris sah Tujuh Kerajaan dan takhta besi, Daenerys Stormborn, dari klan Targaryen mulai menemukan kekuatannya sebagai keturunan naga terakhir di Timur. Jauh di Utara, Jon Snow yang bersumpah setia pada Garda Malam dan menjaga Tembok Besar tidak bisa berbuat banyak karena musim dingin akan segera datang. Melibas Westeros bersama para pejalan putih, makhluk mengerikan yang bangkit dari kematian. 

----

   Gue tahu kok ada serial TV Game of Thrones di HBO. Sangat terkenal dan luar biasa booming. Gue nonton episode pertama season 1 ketika anak-anak Stark menemukan direwolf mereka. Tapi segala kelicikan dan pengkhianatan demi tahta besi bikin gue gregetan. Merlin knows politic bored me. Gue perlu seseorang untuk meyakinkan kalau kejahatan di Westeros akan kalah. Dan seingat gue, G.R.R Martin selalu membunuh semua orang adil, baik, dan terhormat. Kalau direwolves, dragons, dan white walkers punya screen time lebih banyak, mungkin gue akan tetap nonton. Sayangnya gue lebih sering melihat muka Cersei dan Joffrey. Gue gak mau disangka gak waras karena mencakar-cakar tv. Dengan bijaksana gue berhenti nonton GOT. 

   Ternyata gue memang tipe pembaca, bukan penonton. Gue lebih merasakan kekuatan cerita dalam setiap halaman yang dengan gak sabar ingin gue tuntaskan. Ini buku yang akan mengajarkan kita bertahan di dunia yang kejam. I fucking love this book. 

   A Game of Thrones adalah buku pertama dari tujuh buku seri A Song of Ice and Fire. Versi aslinya baru terbit sampai buku kelima. Sedangkan terjemahan Indonesianya baru terbit sampai buku kedua di awal Nopember lalu. Akhirnya ya, setelah sekian lama, terjemahan novel ini muncul juga di Indonesia. Telat. Secara novel ini terbitnya 1996, sembilan belas tahun yang lalu! Tapi lebih baik terlambat, daripada gak sama sekali. Karena kalau gak ada, gue gak akan pernah tahu kenapa orang-orang candu banget sama GOT. Gue gak sanggup bolak-balik kamus kalau harus baca versi Inggrisnya. 

A Game of Thrones adalah cerita yang kompleks. 

   Konflik yang berlapis-lapis. Bukan sekedar perebutan takhta biasa. Sesungguhnya gue gak paham kenapa semua klan (kecuali mungkin, Stark) terobsesi jadi penguasa Tujuh Kerajaan. It’s beyond my mind. Robert dan Eddard sendiri mengatakan kalau takhta besi bukan tempat duduk yang empuk. Semua karakter punya agenda dan kepentingan masing-masing terhadap takhta besi. Perebutan takhta sebenarnya cuma metafora, yang benar adalah perebutan kekuasaan. Kenapa harus berdarah-darah dalam pertempuran untuk menguasai kerajaan kalau bisa mengendalikan raja? Mengendalikan raja sama dengan mengendalikan kerajaan. Berteman dengan semua orang tapi jangan percaya siapapun, Varys style. Manfaatkan semua orang, Littlefinger style. Ancam apapun yang bisa diancam, Lannister style. 

   Begitu banyak misteri. White walkers, makhluk lain yang bangkit dari kematian, bermata biru safir, membenci besi dan api, berjalan dengan membawa hawa dingin mematikan. Siapa mereka? Kenapa mereka datang? Apa yang ingin mereka lakukan? Dan yang paling penting, bagaimana mengalahkan mereka? 

   Bermacam-macam karakter dan banyak! Buku satu ini diceritakan dari sudut pandang hampir semua keluarga Stark (kecuali Robb dan Rickon), Tyron Lannister, dan Daenerys Targaryen. Tapi masih ada puluhan nama lain yang akan muncul dan kadang-kadang setelah membaca kita jadi lupa, itu tadi siapa ya? Mayoritas novel membagi karakternya menjadi baik dan jahat dengan jelas. Berdasarkan formula umum, beberapa pertempuran dan penderitaan, orang baik akan menang. Well, peraturan itu gak berlaku di GOT. Sedikit pengkhianatan, pertempuran dan penderitaan, orang baik mati. Kalian akan mendapati karakter yang jahat sampai ke sel terkecilnya, licik sampai pembaca bingung harus mempercayai si karakter atau gak, jujur tapi penakut, pemberani tapi hanya sekedar pion, dan banyak lagi. 

  Sedikit banyak serial TV-nya cukup membantu untuk membayangkan tempat-tempat yang diceritakan dalam novel ini. Gue payah dalam hal membayangkan latar tempat semacam Lembah Arryn atau King’s Landing. 

   Alur cerita seperti anak sungai yang mengalir kemana-mana. Jon dan Tembok Besar di Utara, Daenerys dengan penaklukannya di Timur, Bran menceritakan sejarah dan legenda di Winterfell, Arya-Sansa-Eddard untuk perebutan takhta di King’s Landing, Catelyn dan Tyron menceritakan sudut pandang peperangan. Semuanya memiliki kaitan dan bermuara pada satu kesatuan cerita. Point of view yang banyak ini membuat bukunya sangat tebal dan menjaga rasa penasaran pembaca tetap tinggi. Setelah bab Jon Snow selesai dan membuat penasaran setengah mati, kita dipaksa membaca upaya pelarian Tyrion dulu atau pikiran-pikiran delusional Sansa. Walaupun terpisah dalam cerita masing-masing karakter, G.R.R Martin mampu membangun alur cerita utama dan menghubungkannya dengan ketepatan yang mengagumkan. Mempermainkan emosi, melenyapkan dan memunculkan harapan pembaca. 

He is freaking genius. 

   Ada banyak genre novel. Semuanya menarik dan menawarkan cerita yang berbeda-beda. Tapi sebagus-bagusnya novel di genre lain, gak ada apa-apanya dibandingkan novel fantasi yang ditulis dengan jenius. Gak akan ada novel romance atau misteri best seller yang bisa mengalahkan Lord of The Ring. Ya, bisa dibilang seri ASOIAF sekelas novel legenda itu. Hanya saja ASOIAF penuh intrik. 

   Kelebihan novel fantasi adalah dunianya. It’s a whole different world. Do you know how fucking hard to create that? Penulis bukan hanya menulis alur cerita, ia juga harus menciptakan sejarah, legenda, makhluk fantasi, dan di beberapa kasus menciptakan bahasa sendiri. Lalu menciptakan dunia tempat semua hal itu hidup. Itulah kenapa dari 1996 sampai sekarang, hingga janggut G.R.R Martin memutih seperti rambut Gandalf, seri A Song of Ice and Fire belum selesai.

   Karakter favorit gue, Jon Snow. Dia bastard son Eddard Stark (katanya). Teori konspirasi meyakini Jon Snow anak dari Lyanna Stark dan Rhaegar Targaryen. Kenapa ada POV Jon sedangkan POV Robb Stark tidak ada? Karena Jon karakter yang lebih penting. Sejak awal udah keliatan. Walaupun masih terlalu awal untuk mengetahui apa peran Jon di mega seri ini. Sudut pandang Jon juga satu-satunya yang menceritakan mengenai Tembok Besar. Gue punya feeling dia memiliki takdir besar. G.R.R Martin terkenal suka membunuh para Stark di dalam ceritanya. Secara nama Jon bukan seorang Stark. LOL. Tapi itu tidak menghentikan pembunuhannya di season 5 serial TV-nya. Banyak banget fans yang meyakini Jon akan kembali. 

   I’m rooting for Stark. I dont care about the throne. Daenerys and her dragons can have it and burn every evil creature who try to stop her form it. But whoever create this war must pay for what happened to Starks and their direwolves. Justice for Stark! 

   Gue sebenarnya paling anti terikat sama novel berseri. Mahal dan syukur-syukur kalau sudah selesai dan terbit semua. A Song of Ice and Fire ini ada 7 seri! Belum selesai pula. Satu buku harganya kira-kira antara 80k-100k. Kira-kira sama ongkir ngirim ke Kalsel, gue mungkin akan menghabiskan uang 1 juta. Semoga rejeki gue banyak aja tahun depan dan tahun depannya lagi. 

   Sebenarnya kalau kalian berkesempatan untuk membeli dan membacanya, gak akan merasa rugi kok. A Game of Thrones bukan cerita fantasi dangkal dengan settingan nanggung. Ini buku all out banget. Yang belum terbiasa membaca novel tebal mungkin harus ekstra sabar dan rajin membaca silsilah klan-klan yang disediakan di bagian akhir novel. 


Kesimpulan:

A must have. A totally must have. You wont put it down till you finish it.


RATING


Novelnya menggunakan kertas buram, bukan kertas novel standar. Kesannya yang gue beli bukan buku asli. Masa iya, seri Hush Hush yang menurut gue cuma layak dapat 2 bintang dicetak dengan kertas novel standar, sedangkan seri Game Of Thrones dengan kertas buram. I mean, come on! Seharusnya gue mengurangi nilai rating karena hal itu. Bagian glosarium juga gak banyak gunanya. Setelah gue pikir-pikir, masalah kecil semacam ini gak bisa mengurangi kehebatan yang sebenarnya dari novel A Game of Thrones. 


QUOTE

“Jangan pernah melupakan siapa dirimu, karena dunia jelas takkan melupakannya. Jadikan itu kekuatanmu sehingga takkan pernah menjadi kelemahanmu. Jadikan itu zirah pelindungmu, maka takkan pernah ada yang menggunakannya untuk menyakitimu.” – Tyrion Lannister





Post a Comment

0 Comments